Proses Pembentukan Awan
dan Terjadinya Hujan
Dalam atmosfer tetes
awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai inti kondensasi atau inti
pengembunan. Kecepatan pembentukan tetes tersebut ditentukan oleh banyaknya
inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap terbentuk pada inti
kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun pembentukan tetes air dari fasa
uap dalam suatu lingkungan murni yang memerlukan kondisi sangat jenuh
(supersaturation) disebut pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu
pembekuan pada air murni hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40 °C. Akan
tetapi dengan keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka pembekuan dapat
terjadi pada suhu hanya beberapa derajat dibawah 0°C.
Inti kondensasi adalah
partikel padat atau cair yang dapat berupa debu, asap, belerang dioksida, garam
laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan
ukuran 0,001 – 10 mikrometer.
Secara singkat proses
kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut :
- Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH mencapai 100 yaitu sekitar 78 ondensasi telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan.
- Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat RH mendekati 100 Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti yang lebih besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.
- Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20 mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang dari 90 aka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000 mikrometer), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).
- Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada ukurannya. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinyu, maka puncak awan akan melewati isoterm 0 °C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40 °C bahkan lebih rendah lagi.
Awan yang dijadikan
sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif,
dicirikan dangan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan Cumulus terjadi karena
proses konveksi. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi dalam 3 jenis, yaitu:
Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus yang baru tumbuh ; Cumulus, dan
Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri
beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu.
Awan Dingin dan Awan
Hangat
Berdasarkan suhu
lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut berkembang, awan dibedakan atas
awan dingin (cold cloud) dan awan hangat (warm cloud). Terminologi awan dingin
diberikan untuk awan yang semua bagiannya berada pada lingkungan atmosfer
dengan suhu di bawah titik beku (< 00C), sedangkan awan hangat adalah awan
yang semua bagiannya berada diatas titik beku ( > 00C).
Awan dingin kebanyakan
adalah awan yang berada pada daerah lintang menengah dan tinggi, dimana suhu
udara dekat permukaan tanah saja bisa mencapai nilai <00C. Di daerah tropis
seperti halnya di Indonesia, suhu udara dekat permukaan tanah sekitar 20-300C,
dasar awan mempunyai suhu sekitar 180C. Namun demikian puncak awan dapat
menembus jauh ke atas melampaui titik beku, sehingga sebagian awan merupakan
awan hangat, sebagian lagi diatasnya merupakan awan dingin. Awan semacam ini
disebut awan campuran (mixed cloud).
Proses Terjadinya Hujan
Pada Awan Dingin
Pada awan dingin hujan
dimulai dari adanya kristal-kristal es. yang berkembang membesar melalui dua
cara yaitu deposit uap air atau air super dingin (supercooled water) langsung
pada kristal es atau melalui penggabungan menjadi butiran es. Keberadaan
kristal es sangat penting dalam pembentukan hujan pada awan dingin, sehingga
pembentukan hujan dari awan dingin sering juga disebut proses kristal es.
Sewaktu udara naik lebih
tinggi ke atmosfer, terbentuklah titik-titik air, dan terbentuklah awan. Ketika
sampai pada ketinggian tertentu yang sumbunya berada di bawah titik beku, awan
itu membeku menjadi kristal es kecil-kecil. Udara sekelilingnya yang tidak
begitu dingin membeku pada kristal tadi. Dengan demikian kristal bertambah
besar dan menjadi butir-butir salju. Bila menjadi terlalu berat, salju itu
turun. Bila melalui udara lebih hangat, salju itu mencair menjadi hujan. Pada
musim dingin salju jatuh tanpa mencair.
Proses Terjadinya Hujan
Pada Awan Hangat
Ketika uap air terangkat
naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi ataupun oleh proses orografis (karena
adanya halangan gunung atau bukit), maka pada level tertentu partikel aerosol
(berukuran 0,01 - 0,1 mikron) yang banyak beterbangan di udara akan berfungsi
sebagai inti kondensasi (condensation nucleus) yang menyebabkan uap air
tersebut mengalami pengembunan.Sumber utama inti kondensasi adalah garam yang
berasal dari golakan air laut. Karena bersifat higroskofik maka sejak
berlangsungnya kondensasi, partikel berubah menjadi tetes cair (droplets) dan
kumpulan dari banyak droplets membentuk awan. Partikel air yang mengelilingi
kristal garam dan partikel debu menebal, sehingga titik-titik tersebut menjadi
lebih berat dari udara, mulai jatuh dari awan sebagai hujan.
Jika diantara partikel
terdapat partikel besar (Giant Nuclei : GN : 0,1 - 5 mikron) maka ketika
kebanyakan partikel dalam awan baru mencapai sekitar 30 mikron, ia sudah
mencapai ukuran sekitar 40 - 50 mikron. Dalam gerak turun ia akan lebih cepat
dari yang lainnya sehingga bertindak sebagai kolektor karena sepanjang
lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil, bergabung dan
jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan penggabungan).
Proses ini berlangsung
berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan. Bila dalam awan terdapat
cukup banyak GN maka proses berlangsung secara autokonversi atau reaksi
berangkai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh awan, dan dimulailah proses
hujan dalam awan tersebut, secara fisik terlihat dasar awan menjadi lebih
gelap. Hujan turun dari awan bila melalui proses tumbukan dan penggabungan, droplets
dapat berkembang menjadi tetes hujan berukuran 1.000 mikron atau lebih besar.
Pada keadaan tertentu partikel-partikel dengan spektrum GN tidak tersedia,
sehingga proses hujan tidak dapat berlangsung atau dimulai, karena proses
tumbukan dan penggabungan tidak terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar